ARTI keluarga ternyata ndak selalu berkonotasi positif.
Maknanya juga dikonotasikan secara negatif. Itu tersirat antara lain dalam
pernyataan advokat mucikari RA, seiring perkembangan terbaru kasus prostitusi
yang menyeret sejumlah artis.
Pada kesempatan jumpa pers yang ditayangkan stasiun televisi swasta baru-baru ini, pengacara tersangka RA, Pieter
Ell, sempat menyentil ”keluarga” dalam keterangannya. Beberapa situs
berita online juga melansir di antaranya Metrotvnews.com.
Ia menuturkan hubungan dekat kliennya dengan artis SB yang baru disebut juga terlibat.
Kedekatan mereka dikatakan seperti keluarga.
Ungkapan demikian sepintas mengesankan ikatan pertemanan yang begitu mendalam. Tapi, jika
diresapi kembali, membuat dahi mengernyit. Entah keceplosan atau disadari, kuasa hukum RA telah menggerus arti keluarga yang hakiki. Relasi kliennya dengan
SB dikesankan layaknya keluarga, pada saat bersamaan diterangkan pula kerjasama
mutual dalam pesanan layanan esek-esek yang melibatkan mereka.
Dengan perkataan lain, jika
benar-benar saling menganggap keluarga satu sama lain, tentu ndak bakal merelakan
terperosok ke dunia pelacuran. Sekalipun andaikan memang semula atas permintaan artis SB itu
sendiri. Keluarga
waras mana yang rela membiarkan orangtua, anak dan saudaranya terjerembab dalam
prostitusi berdalih apa pun? Orang waras mana pula yang ndak terusik kewarasannya
sedikit pun, ketika turut menikmati hasil ”jerih payah” anggota keluarganya dari
menjual diri?
Tanpa bermaksud
apriori, bagi saya lebih baik memilih ndak dianggap sebagai keluarga
jika urusannya macam itu. Pola ”kekeluargaan” tersebut bisa dipastikan hanya semu dan ndak membahagiakan
akhirnya. Apalagi, jalinannya sebatas demi memenuhi tuntutan kebutuhan, atau
pun meraup gelimang kemewahan secara instan. Pengonotasian oleh advokat mucikari RA
tentang koneksi antara kliennya dengan artis SB layaknya keluarga,
bukan mustahil semata untuk kepentingan upaya hukum yang sedang berjalan.
Orang waras mana
yang akan memublikasikan inisial anggota keluarganya yang melakoni prostitusi, ketika ia sendiri ndilalah ikut terlibat
di dalamnya? Bahkan, meminta kepolisian untuk menerapkan proses hukum terhadap sanaknya itu serupa yang dialaminya. Bukankah hal tersebut justru
lebih dari sekadar membeberkan aib? Dan publikasinya ndak sertamerta bisa
dipandang untuk mengungkap kebenaran sepenuhnya tho?
Saya pun ndak hendak
membela pihak mana pun, melainkan sekadar menyikapi
pendangkalan makna keluarga yang membikin kepala gatal. Walau implisit dalam statement kuasa hukum kasus prostitusi artis terkait. Bagi saya, keluarga
sangat berarti. Selain keberadaannya menjadi asal-usul, sekolah utama
pembentukan jatidiri dan tempat pulang setelah meniti liku-liku
kehidupan; peranannya sangat penting sejalan perubahan zaman.
Keluarga menjadi
garda depan sekaligus benteng terakhir, guna menghadapi segala bentuk dekadensi
moral dan polusi sosial semisal pelacuran. Lagi pula, dalam keluarga ndak dikenal istilah
mantan ayah-ibu, anak, saudara dan sebagainya. Tentu sampean juga berpikir hal
yang sama, bukan?