RUANG medsos gaduh, hanya gara-gara pakaian Mbak
Agnes Monica yang bercorak tulisan Arab di satu bagiannya. Kostum yang
dipakainya ketika tampil dalam acara ulang tahun stasiun televisi swasta waktu itu,
menuai kecaman lantaran dianggap pelecehan terhadap agama. Saking gaduhnya,
media lalu menganggap perlu meminta keterangan dari MUI segala.
MUI pun memberikan penjelasan, sayangnya, baju dengan hiasan kalimat
bahasa Arab yang dikenakan Mbak Agnes Mo tersebut ndak masalah. Tulisan
itu bukan ayat Kitab Suci, kira-kira begitu dalihnya. Andaikan jawaban yang
disampaikan sebaliknya, kegaduhan jagad medsos dijamin akan semakin cetar
membahana.
Lah stasiun televisi lain pagi kemarin, masih sempat menyelipkan
asumsi sendiri dari wawancara dengan tokoh perempuan MUI, lalu disebutkan bahwa
pihak lembaga fatwa itu turut, menyayangkan penempatan lafazh Arab di baju Mbak
Agnes tersebut. Padahal, maksud penegasan yang terlontar bisa jadi bukan
demikian.
Nah, sampean juga merasa belum puas, benarkah pakaian Mbak
Agnes itu melecehkan agama? Dari informasi yang beredar, tertulis ”al-Muttahidah”
bunyinya. Sebagaimana dijelaskan pula oleh Mbak Agnes sendiri di akun
medsosnya. Bukan ayat, hanya kosakata Arab biasa, artinya ”bersatu” atau
”united” dalam penggunaan.
Arti dari kata al-Muttahidah bisa pula ”serikat” atau
”perserikatan”, layaknya istilah untuk organisasi PBB (al-Umam al-Muttahidah).
Kadang terpakai untuk negara Amerika dengan sebutan al-wilayat al-muttahidah
(USA). Boleh juga serupa Negara Kesatuan Republik Indonesia, rumah besar kita
bersama tercinta ini. Dan saya menemukannya hanya sebagai nama penerbit
kitab-kitab asal Beirut, Lebanon, semisal Dar al-Muttahidah dan as-Syarikah
al-Muttahidah.
Jadi, apa masalahnya? Kegaduhan sekadar mengenai kostum Mbak
Agnes macam itu, lagi-lagi membersitkan betapa para sedulur terutama
yang mengecam berlebihan, masih suka kagetan selaku umat beragama. Sebabnya
antara lain, telanjur mengidentikkan agama (Islam) dan Alquran dengan Arab, walau
sebenarnya telah mafhum tentang relasi kedudukannya.
Ingatan saya jadi terbawa pada acara pengajian lampau. Ketika para jamaah
begitu khusyu sampai geleng-geleng kepala, mendengarkan kasidah Arab dengan
irama sejenis house music, karena mengira isinya tentang shalawat.
Padahal, kalimat sesungguhnya hanya syair-syair taruhlah lagu cinta,
samasekali bukan shalawat kepada Nabi saw.
Saya lantas teringat pula humor almaghfurlah Gus Dur yang dikemukakan
oleh istri beliau, Ibu Nyai Sinta Nuriyah, saat diundang satu stasiun televisi
swasta dulu. Gus Dur ketika menjabat Presiden, sedang berkunjung ke Arab Saudi
dalam rangka bagian diplomasi. Pada kesempatan itu Gus Dur sempat membikin Raja
Arab yang nyaris ndak pernah mesem, bahkan ndak terlihat
giginya setiap berbicara di hadapan publik, lalu menjadi ger ger-an.
Gus Dur mengisahkan, tentang respon jamaah haji Indonesia kala membaca
tulisan bahasa Arab bunyinya ”mamna’ud dukhul” pada dinding luar satu
ruangan di sana. Maksudnya semacam pengumuman ”Dilarang Masuk” layaknya pada
ruang-ruang tertentu kantor di negeri kita. Tapi, jamaah bersangkutan lantas memahami
kalimat itu dengan arti ”Dilarang Bersenggama” versi kitab fiqh.
”Orang Arab sungguh terlalu, masa em-el di tempat seperti ini? Ckckckckckkk...”
komentar jamaah itu sambil menggeleng-gelengkan kepala heran. Raja Arab pun
sontak ngakak menyimak cerita tersebut.
Usai kunjungan, warga Arab Saudi mengirimkan surat kepada Gus Dur
isinya, ”Yang mulia, apa yang mulia ceritakan kepada Raja kami, sehingga kami
rakyat Arab bisa melihat gigi Raja?”
Bagi sampean yang ingin bergaya dengan bahasa Arab pun gampang, sampean
bisa membiasakan ungkapan ala Gus Mus yang dibocorkan saat tausiyah di Surabaya
terdahulu. Cukup saban mengantarkan suami atau lelaki kekasih sampean
yang hendak bekerja atau bepergian, katakan saja dengan mesra, ”Qalbun-qalbun
alladzy dzahab!”
Note:
- Qalbun = hati
- Alladzy = kang
- Dzahab = emas
- Qalbun = hati
- Alladzy = kang
- Dzahab = emas
Referensi bacaan: Liputan6 dan berbagai sumber lainnya
Ilustrasi: JPNN