Antara Mimpi, Senyum dan Airmata

Antara mimpi, senyum dan airmata dalam Rencana Indah Tuhan

Tuhan Punya Cara Sendiri Menghibur Hamba-Nya (2-tamat)
Bajrah nyaris hanya menulis dan mengerjakan proyek kecil-kecilan share para sobatnya. Entah ikut menangani suatu pagelaran, kebetulan menjadi pembicara dalam acara yang juga kecil-kecilan dan semacamnya, yang penting baginya halal dan barokah hehehe...

Walau hanya proyek kecil-kecilan tapi baginya cukup untuk menambal biaya hidup sehari-hari. Ia juga akhirnya mengecap nikmat layaknya kalangan berduit. Sembari ia masih belum letih berusaha demi pencapaian yang lebih ciamik. Hingga kemudian secara ndak sengaja ia “tersesat” di institusi yang mengibarkan brand Ustadz Yusuf Mansur, pencerah agama yang sedang naik daun.

Sebenarnya ia ndak pernah terpikir dan samasekali ndak menyangka akan berkesempatan menjadi bagian media syiar Ustadz kondang dan low-profile itu. Dirinya hanya coba-coba mengirimkan lamaran kerja, sebagaimana ia pantang menyerah terus berikhtiar mendobrak kebuntuan dengan segala keterbatasannya selama hidup mandiri, demi esok yang semakin mencerahkan.

Usai melewati tiga tahap seleksi, berkat Kasih-Nya ia diterima bergabung guna ikut ambil bagian menggemakan dakwah bil-hikmah Ustadz bersahaja itu. Maka, semakin lengkaplah perwujudan harapannya selama ini. Baginya, dapat berkiprah di dalamnya saja sudah merupakan kehormatan tersendiri. Apalagi, ia yakin akan bersua atau mendampingi beliau ketika menghadiri undangan tausiyah di kotanya suatu saat nanti. Maklum, dirinya cuma wong ndeso yang tentu girang bisa bertatap muka langsung dengan orang sebeken beliau kikikikikikkk...

Bahkan, tanpa dinyana ia mendapat kesempatan untuk turut membidani penerbitan media lembaga itu. Tentu ia ndak menyia-siakan peluang tersebut bersama rekan-rekannya yang juga masih belia dan alhamdulillah sepemikiran, guna mencurahkan gagasan-gagasan fresh tentang keagamaan dengan spirit kaum muda. Lalu, mengedepankan interaksi partisipatif sekalian jama’ah-donatur ndak kecuali kalangan muda-mudi.

Hanya saja, beberapa hari sebelum ia diterima bekerja di badan penyalur amal masyarakat itu, bibinya yang menjadi bagian hidupnya sewaktu dirinya melanjutkan sekolah di desa dulu, meninggal dunia setelah beberapa hari dirawat intensif di RSUD setempat. Lebih menyesakkan dada, ia ndak bisa mendampingi beliau di saat-saat terakhirnya. Ayunan langkahnya pun seakan di persimpangan jalan: antara mimpi dan airmata yang tertahan. Ia membayangkan, betapa gembiranya almarhumah bibinya jika masih hidup, ketika dirinya beroleh tambahan kesibukan yang cukup menjanjikan kala itu.

Ia pun hanya kuasa bertekad dengan segala kedukaan yang tersisa, bareng  sejawatnya akan meracik sebuah media yang benar-benar beda. Sekurangnya ia akan mempersembahkannya untuk almarhumah bibinya sebagai ungkapan duka dan terima kasih mendalam. Sungguh di luar dugaan, seizin Tuhan ketika majalah perdana racikan mereka akhirnya terbit, disambut antusiasme jama’ah-donatur hingga ikut memompa nafas baru wadah keagamaan tersebut.

Namun tetap saja perasaannya ndak lega sepenuhnya, karena bibinya telah berpulang ke Sisi-Nya. Andaikan ia boleh memilih, pasti ia akan melepaskan kesibukan baru itu ketimbang harus kehilangan bibinya, karena dengan begitu ia masih bisa sungkem kepada bibinya dan memupus kerinduan sewaktu jedah libur pulang ke kampung halamannya. Di relung jiwanya yang terdalam, ia hanya sanggup berusaha tetap tegar seiring keyakinan bahwa Tuhan punya Rencana sendiri dan pasti akan indah pada waktunya.

Bulan kedua, tepatnya sekitar empat puluh hari-an sepeninggal bibinya, disusul neneknya terbaring sakit. Kondisinya juga cukup mengkhawatirkan sehingga harus opname. Bersamaan dengan itu, aksi penipuan bermodus sedekah yang mencatut nama besar Ustadz Yusuf Mansur sedang merebak sporadis di berbagai daerah. Ketika Bajrah menengok neneknya pun sempat ditanya oleh pamannya tentang kebenaran masalah tersebut.

Pamannya yang membesuk pula ke rumah sakit malam itu, menyodorkan tumpukan selebaran abal-abal demikian yang diperoleh dari rekan-rekannya sesama pedagang. Bajrah juga sempat menghubungi sejumlah pengurus pesantren beliau di Pusat, guna meminta konfirmasi dan akhirnya membawa selebaran penipuan itu ke kantornya keesokan harinya.

Di tengah embusan duka yang terasa beruntun, tak lama berselang kantornya tengah mempersiapkan kehadiran Ustadz Yusuf Mansur yang akan bertausiyah di kantor salah satu provider telepon seluler di kotanya. Selama acara berlangsung, ia benar-benar leluasa dekat banget dengan Ustadz penggagas dakwah keajaiban sedekah tersebut.

Sikap apa adanya dan kelembutan beliau membuat Bajrah merasa mendapatkan imbuhan asupan ketegaran. Ia jadi merasa bermandikan embun sejuk yang membuat dirinya semakin bugar menjalani hari-hari mendatang dengan tetap tersenyum dalam keyakinan bahwa, Tuhan memang punya Cara sendiri menghibur sekalian hamba-Nya yang tengah menjalani ujian kehidupan dan pasti akan indah pada waktunya.

Karena itu, ndak ada alasan baginya untuk berprasangka minor apalagi negative thinking terhadap apapun Kehendak-Nya. Sebab, ia pun merasakan sendiri betapa Tuhan memang punya Rencana sendiri terhadap liku-liku kehidupan hamba-Nya sampai detik ini dalam senyum yang merekah di hatinya. Bagaimana dengan sampean? hehehe...
Tambahkan Komentar

0 comments