Haruskah Aku Kembali ke Lembah Itu?

Puisi baru "Lembah Salju"
Sudah lama sekali kutinggalkan persinggahan itu
Lembah putih sejauh mata memandang
Berumput salju menghampar ke segenap arah
Ndak ada panas, embun dan cucuran peluh
Sunyi dari riuh kicau camar atau suara binatang malam-jalang

Hanya sesekali celoteh pinguin konyol
Dengan kawanan beruang salju berjubah peneriak fatwa
Bertetangga segelintir orang-orang terbuang
Larut oleh kidung-kidung penyangga lazuardi
Khusyu memetik dawai zikir puji
Ekstasis dalam tarian sesaji surgawi

Persinggahan itu, lembah berhamparan putih
Begitu hening dari riak-riak gelora asa
Terdiam sungai menambat biduk-biduk problema
Bongkahan es bekapkan kepak-kepak khayal
Embusan sabar membekukan sekujur tubuh
Lekang senda gurau mendaki ke ujung bebukitan
Walau masih lelap dengan mimpi
Di bawah kerlip oblek ikhtiary
Hingga bingar pentasbihan sinisme "terlalu alim"
Saat diri takut terciprat rinai gerimis dosa
Bertegur sapa dengan para bidadari sejenak

Hambar menguar di kaki angkasa hampa
Serasa hidup berkalang tanah di pusara purba
Lalu perlahan langkah mengayun jauh
Ingin melongok indahnya negeri matahari
Sekalian penghuninya berderai canda tawa
Berceloteh apa adanya tanpa bayang-banyang karma
Mempesona nian kabar tekukur direranting pilu berselimut salju

Terlupa sudah lembah putih, persinggahan itu
Ndak terbilang masa menghirup udara hangat negeri matahari
Entahlah mengapa kemudian ndak seelok cuap tekukur kala itu
Negeri matahari hanya penuh terik kemunafikan
Negeri matahari sebatas berkabut kedustaan
Negeri matahari berhujan lebat keakuan
Negeri matahari semata berpelangi kenaifan

Rasanya mesti terpekur sekali lagi
Dalam ayunan senja hingga buaian pagi
Atau sepanjang jingkat hari, bulan dan warsa
Haruskah aku kembali ke persinggahan, lembah putih itu?

Telaga Kalbu, 20.4.2013-15.30
Tambahkan Komentar

0 comments