Gaswat Syaikh Google Menghapus Peta Palestina?



SELASA malam kemarin, tayangan satu stasiun televisi swasta menampilkan running text rencana Kemenlu tentang peta Palestina yang hilang. Dalam perkembangan selanjutnya, media-media online merilis berita soal tampilan geografis negara Yasser Arafat yang diduga raib tersebut. Masalah itu pun gaduh dalam obrolan banyak kalangan, termasuk para netizen kemudian.

Fitur aplikasi Google Maps ndak mencantumkannya. Jika pengguna melakukan pencarian hanya akan mendapati penampakan kosong. Google menyampaikan bantahan atas tuduhan kesengajaan peniadaannya dan menegaskan ndak pernah ada ”Palestine” dalam pemetaan digital aplikasinya tersebut. Gaswat!

Hanya saja, pihak Google mengakui adanya kekeliruan. Terdeteksi label untuk Tepi Barat dan Gaza pada Google Maps memang hilang. Perusahaan raksasa itu menyatakan sedang berusaha memperbaikinya, sehingga bisa mengembalikan secepat mungkin ke tempatnya semula.


Lepas dari hal itu, adakah sesuatu di balik kegaduhan ini? Kala serentengan isu silih berganti menghentak di dalam negeri belakangan? Sensasinya langsung mengingatkan kampanye mantan Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, tentang kampanye penghapusan Israel dari peta dunia yang menghebohkan sekitar tahun 2010 silam.

Walau kemudian aliansi jurnalis Palestina (PJF) turut memprotesnya. Namun, isu raibnya peta Palestina kali ini rentan dimanfaatkan sumbu kompor mbleduk berlabel agama. Dengan begitu akan merebak pula keresahan yang bukan mustahil potensial menimbulkan perselisihan sosial.

Problematika seputar langgam Palestina memang laik mendapat perhatian dunia. Lantaran bukan sebatas ”konflik agama”, melainkan tragedi kemanusiaan yang masih saja terulang di sana. Ketika pelbagai kalangan dari sekalian penganut keyakinan yang berlainan di belahan dunia, juga menentangnya dengan keras. Itu bisa dirunut antara lain dari buku Hebron Journal catatan mutakhir aktivis perdamaian asal Amerika selama observasi secara langsung.

Terbayangkan betapa kecewanya para sedulur yang kadung sering menenggak ”pencerahan” agama secara bongkokan dari Google selama ini. Jangan heran, bila mereka yang telanjur begitu mempercayainya tak ubahnya ”syaikh” sebagai satu-satunya sumber mengunduh informasi keagamaan, juga geram kala menghadapi kenyataan Palestina suwung di Google Maps.

Dari sini, saya teringat saat adik mengirimkan capture, hasil telusur satelit Google Maps yang memotret dengan jelas ujung lorong jalan menuju rumah, lengkap dengan plakat nama lembaga pendidikan dan suasana rumah orangtua ayah pada tempat terpisah di kampung halaman. Tapi, ketika saya memintanya untuk mengaptur lebih dekat gedung sekolah-sekolah itu, ndak bisa sebab rupanya Google Maps hanya menjangkau objek yang terletak di pinggir jalan.

Apa yang saya pernah alami itu, mungkin relevan untuk memahami keterangan dari Kemenlu agar hilangnya peta Palestina jangan terlalu dipersoalkan. Toh data grafis Google Maps yang ndak memuat Palestina bukanlah peta resmi. Sementara, peta resminya bisa dilihat di PBB, meski negara itu belum menjadi anggota penuh di dalamnya.

Entah apakah penjelasan demikian bisa dimafhumi sehingga kegaduhan urung berkepanjangan. Apalagi, belum lama ini disusul dengan mencuatnya berita yang ndak kalah menghebohkan, tentang meninggalnya Manajer Akun Google, Vanessa Marcotte, dalam kondisi ndak wajar.

Ilustrasi: Dokumen Pribadi
Tambahkan Komentar

0 comments