Belajar Kebersamaan dari Ikan Koi



HUJAN sedang asyik banget turun. Sesekali berganti gerimis rintik-rintik yang awet mengeramasi tanah. Matahari nyaris ndak terlihat batang hidungnya, seharian dalam tiga hari ini. Kabar dari teman-teman, curah hujan merata di pelbagai tempat.

Dingin menyelimuti sekitar. Entah saat pagi, siang, petang, terlebih malam. Lantai, kasur, bantal, guling dan setiap ruangan juga terasa ikut melembab. Apalagi, udara di luar rumah jangan ditanya lagi. Pokoknya setiap kaki melangkah hawanya brrrrr euy...

Akhir Pekan 5 Juli
Langit tampak redup banget layaknya saat maghrib. Tetangga ndak terlihat kelebatannya di luar. Padahal, gema suara adzan waktu ashar belum lama senyap, dari pengeras suara masjid di seberang jalan gerbang komplek. Jam pun masih bergelayut pada angka 04.04 sore. Saatnya menambah air kolam dan memberi pakan ikan-ikan di taman depan.


Walau masih gerimis dengan embusan udara yang menggigit kulit, rutinitas itu tetap harus dikerjakan. Sebab, air kolam biasanya justru cepat susut kala hujan. Kolamnya bocor halus, entah bagian mana. Belum lagi, ikan-ikan pasti membutuhkan cemilan, untuk sekadar menepis dingin. Seperti orang-orang yang ingin menyemil jajanan hangat, lebih-lebih selama turun hujan cukup lama tho? Hehehe...

Gerimis sedikit mereda beberapa menit kemudian. Namun, tetesan bulir kecilnya yang masih berhamburan dari langit, tetap bisa cukup membasahi baju dan menyeruakkan hawa adem. Benar saja, air kolam telah menyusut amat rendah, hingga ikan-ikan beringsut perlahan mencari teduhan dari satu sudut ke sudut lain.

Terpikir betapa dinginnya mereka, ketika ndak leluasa bergerak dalam air yang hanya sedalam jari kelingking orang dewasa. Saat kran terbuka dan mengucurkan air, mereka segera berenang ke permukaan. Mereka bergerombol sembari mengatup-katupkan mulutnya, seakan telah lama menunggu tambahan air sekaligus pakan. Kasihan.

Ikan-ikan dari keluarga Koi itu sontak berebut girang, kala butiran pakan berwarna hijau dan merah hati ditabur. Bila sudah mencaplok beberapa butir, mereka lantas mendekam bareng, sambil mengatup-katupkan mulut di dasar kolam. Tampaknya mereka sedang mencerna. Berikutnya satu per satu kembali naik ke permukaan, untuk mencomot selanjutnya berdiam diri lagi.

Beberapa saat berikutnya, di antara mereka berenang menjauh. Gerakannya diikuti ikan-ikan lainnya. Kadang salah seekor dari mereka juga melakukan atraksi, meliuk-liukkan tubuhnya dan menggelepar dengan cepat beberapa kali, di tengah kerumunan teman-temannya.

Gerakan itu membuyarkan ikan-ikan yang bergerombol. Sejenak kemudian mereka saling mendekat lagi. Aksi lainnya, mereka berbaris mengelilingi kolam. Iring-ringan mereka sesekali pula di selingi akrobat, seekor ikan meloncat ke atas permukaan air menimbulkan bunyi kecipak. Beberapa detik berlalu, ikan tersebut bergabung kembali dalam barisan, lanjut memutari tepian kolam.

Lucu dan menggemaskan tingkah peliharaan itu. Mereka seolah ingin memberikan hiburan. Padahal, kata adik, dulu mereka ndak seatraktif itu. Bila ada orang mendekati kolam saja, mereka segera kabur menjauh. Tapi sekarang dengan mencelupkan jari ke kolam sekalipun, mereka justru menyentuhnya dengan lembut mungkin dikira pakan. Siapa dulu yang merawat hehehe...

Mereka hanya membutuhkan genangan air yang cukup dan pakan seperlunya. Lalu, gelembung udara agar memperoleh sirkulasi oksigen, untuk bernafas dalam air. Kalau pun saya lupa memberikan pakannya, mereka hanya memakan lumut tipis di pinggiran dinding bawah kolam. Selebihnya mereka akan menikmati apapun yang terjadi, dengan selalu berdekatan satu sama lain.

Ah, demikiankah gambaran kekeluargaan, setidaknya persahabatan ikan-ikan? Begitu simpel dan easy going lakonnya. Mereka hanya perlu bersama, girang berbagi kesempatan mendapat jatah pakan dan saling merapat kala apa yang dibutuhkan belum terpenuhi. Jika seekor bergerak ke arah tertentu, ikan-ikan yang lain segera menyusulnya, seolah ndak ingin saling terpisah.

Jika kebutuhan mereka yang memang ndak neko-neko dan ndak aneh-aneh dipenuhi, mereka lantas menyuguhkan hiburan. Setidaknya mereka menghibur diri sendiri, atau sebagai ungkapan terima kasih kepada siapapun yang telah berbaik hati kepada mereka yo? Dengan berbaris mengelilingi kolam, meliuk-liukkan badan, melompat dan sebagainya.

Sementara, pertemanan manusia seringkali bahkan selalu complicated praktiknya. Walau kadang tampak sesimpel dan se-easy going pertemanan ikan. Tengok saja, idiom-idiom ”teman bisa menjadi musuh”, ”pagar makan tanaman”, ”menusuk dari belakang” dan semacamnya. Ikatan kebersamaan yang justru bikin ngeri tho? Dan fenomena macam itu mengemuka sejak zaman batu, mungkin sampai kiamat nanti.

Kerapkali pula terdengar pertemanan manusia yang hanya berkarib jika sedang butuh, habis manis sepah dibuang, ndak tahu berterima kasih dan seterusnya. Meski ndak semua orang demikian. Bisa jadi sampean pernah atau sedang mengecap pengalaman seperti itu yo? Hayooo wkwkwkwkwkkk...

Pertemanan manusia pun ndak jarang menghamburkan derai gerimis airmata. Rasanya bukan menyejukkan, tapi dingin membikin beku kehangatan apapun. Geliatnya bahkan ndak jarang mengundang badai yang cetar membahana. Ujung-ujungnya, serangkaian kisahnya berakhir dengan permusuhan yang terburuk dalam sejarah permusuhan antarmakhluk di muka bumi.

Entahlah, kok bisa begitu yo? Serasa lebih buruk ketimbang hubungan para ikan? Saat manusia justru dikaruniai sederet anugerah oleh-Nya yang paling istimewa. Di antaranya pikiran, hati, rasa dan budi pekerti. Berbekal karunia-karunia itu pertemanan yang terjalin seharusnya lebih keren daripada ikan-ikan tho? Angkat gelas wedang kopi hot-nya dulu hehehe...

Hanya catatan semasa berkelana yang spontan teringat, kala meresapi betapa pengelola Facebook sedemikian ingin terus menghangatkan kebersamaan, dengan sekalian penggunanya dalam momen #FriendsDay untuk merayakan ulang tahunnya tempo hari.

Ilustrasi: Dokumen Pribadi
Tambahkan Komentar