Turn Off Sejenak dari Berita Televisi, Rasanya Merdeka


DALAM sebulan ini ndak terasa saya absen menonton berita layar kaca, juga dialog maupun talk show seputar politik, aktivitas pemerintahan, dan semacamnya. Boleh dibilang saya menyepi dari hingar-bingarnya tanpa kesengajaan. Saya baru menyadarinya, kala sekonyong-konyong mencungul sebait tanya dalam benak kemarin. ”Apa kabar Indonesia di usia 70 tahun kemerdekaannya sekarang yo?”

Warta televisi yang cukup mengalihkan perhatian saya terakhir kali, yakni Muktamar dua ormas gede, NU dan Muhammadiyah, yang berdekatan tanggal perhelatannya tempo hari. Begitu juga sepanjang pro-kontra wacana ”Islam Nusantara” riuh diperbincangkan sampai di media sosial. Itu pun lantaran mulanya adik saya yang mengadu nasib di Kota Paris van Java menanyakan beberapa hal terkait. Mungkin kebetulan ia seringkali memeroleh informasinya, membikin saya kudu menengok siarannya, hanya sesekali dan sambil lalu saja.

Sama halnya liputan tentang dinamika seru dari arena Muktamar NU, ketika pemilihan tampuk kepemimpinan organisasi kaum bersarung itu untuk periode mendatang. Di antara muktamirin berlainan aspirasi soal AHWA atau voting dalam prosesnya. Lantas, suasana yang berkembang membuat KH Ahmad Mustofa Bisri diberitakan masygul.

Figur tokoh agama kharismatik dengan sapaan akrab Gus Mus yang dikenal pula sebagai budayawan tersebut prihatin, lebih-lebih setelah menjumpai Headline koran yang bertitel Muktamar NU Gaduh, Muktamar Muhammadiyah Teduh, sebagaimana diungkapkannya saat meredakan beda pendapat sebagian peserta. Saya juga sempat coba mencari surat kabar itu, sekadar ingin mengetahui isinya. Namun, saya ndak berhasil mendapatkannya.

Hanya, saya menemukan berita online dalam situs resmi Jawa Pos yang berjudul NU Gaduh, Muhammadiyah Teduh; Muktamar Dua Ormas Besar, ketika berselancar di internet beberapa waktu kemudian. Jika dicermati seksama, antara judul dan kontennya terbilang lepas untuk ndak disebut kepleset jurnalistik, sampean bisa mencernanya sendiri melalui link di bawah tulisan ini. Entah apa masalah itu telah sepengetahuan pemimpin redaksinya, atau luput dari pencermatan. Sebab, biasanya tahapan pematangan hasil liputan terlebih untuk versi cetak oleh koran ini, ketat bingit sebelum disuguhkan ke hadapan pembaca.

Berita selanjutnya yang terdengar santer, yaitu reshuffle kabinet. Ihwal yang sebenarnya biasa, terutama bagi penyelenggaraan negara yang sejak awal dikehendaki berbasis kinerja. Jajaran menteri yang dinilai progres kerjanya mengecewakan, dengan memertimbangkan pula aspirasi rakyat, niscaya perlu adanya pergantian. Lantas, rencana megaproyek gedung parlemen juga tampaknya menghangat kembali. Dan masalah kelangkaan daging sapi berikut harganya yang melambung di pasaran baru-baru ini.

Dari sini, lansiran kabar televisi kadang ndak dipungkiri kesannya mengedepankan kehebohan. Jangan heran, bila muatannya cenderung tergesa-gesa. Tanpa bermaksud menggebyah uyah, sampean lebih paham dengan geliatnya selama ini. Namun, insan pers di balik layar kaca juga ndak bisa disalahkan sepenuhnya, karena sepak terjang para oknum elit maupun pejabat sendiri acap kontroversial, hingga mencederai harapan publik.

Contoh, sampean masih ingat ketika petinggi KPK dan Polri terseret polemik berlarut-larut lalu. Reportasenya begitu gaduh lebih dari sebulan dan sedemikian menyita perhatian khalayak luas. Tayangannya juga berkepanjangan layaknya drama serial yang memeras pikiran. Akibatnya, masyarakat pun sering dibikin pusing pala barbie dengan kegaduhannya.

Karena itu, saya diam-diam amat bersyukur ketika tanpa disadari sejenak turn off dari berita televisi. Saya merasa lebih merdeka dengan menghabiskan waktu luang untuk memulung inspirasi. Dari tarian dedaunan sekitar, cuap-cuap interaksi media sosial, dan sebagainya. Mengingat, renik-renik gagasan dalam benak saya ingin segera bergemericik dalam tulisan.

Walau hari-hari saya turn off dari wartanya mungkin berlangsung sementara. Bagaimana pun keseharian sebagian besar masyarakat, susah terbebas sepenuhnya dari sensasi godaannya, berdalih supaya tetap up to date terhadap informasi. Termasuk sampean, bukan? Angkat gelas wedang kopi hot-nya dulu...

Referensi Bacaan:

Tambahkan Komentar

0 comments